E-Research
terdiri dari dua kata yaitu electronic dan research yang bermakna
adalah penelitian yang dikembangkan secara elektronik atau online.
E-Research merupakan perkembangan lebih lanjut dari E-Science ,
perkembangan E-Research dan E-Science karena adanya perkembangan
teknologi informasi, Jaringan internet dan peralatan online lainnya di
dalam komunitas peneliti, walaupun pada awalnya dikembangkan hanya
untuk penelitian dan pengetahuan pada bidang yang berhubungan dengan
internet dan teknologi tapi diharapkan bahwa nantinya e-research dan
e-science dapat menjangkau seluruh bidang ilmu pengetahuan.
E-research
sendiri memiliki konsep untuk menghubungkan seluruh peneliti di seluruh
dunia agar dapat mengakses suatu hasil penelitianan ataupun mengadakan
penelitian bersama sama dan berbagi data terhadap suatu penelitian,
sehingga memudahkan para peneliti untuk mengadakan penelitian secara
bersama-sama.
Saat ini berbagai
situs e-research pun bermunculan di berbagai universitas dan diseluruh
penjuru dunia, pada beberapa situs e-research dikembangkan oleh pihak
dalam kampus tersebut sedangkan pada beberapa situs lainnya merupakan
proyek bersama dari beberapa universitas terkemuka di dunia, sebagai
contoh http://eresearch.lib.harvard.edu/V merupakan salah satu site yang
dikembangkan oleh haravad sendiri sedangkan pada
http://www.wun.ac.uk/index.php beberapa universitas mengambil bagian
dalam pengembangan beberapa penelitian.
3.1 Konsep E-Research
Kegiatan
riset atau penelitian saat ini sudah semakin bercirikan kerjasama
tingkat nasional dan internasional, serta merupakan kegiatan kolaborasi
multi-disiplin. Infrastruktur telekomunikasi dan internet menjadi salah
satu faktor pendorong terkuat dari fenomena ini. Istilah
‘e-research’merujuk pada kegiatan riset yang menggunakan serangkaian
fasilitas teknologi informasi dan komunikasi, sedemikian rupa sehingga
melahirkan cara kerja dan metode riset baru yang ditandai oleh beberapa
hal berikut:
• Penggunaan
jaringan pita-lebar (broadband) yang dilengkapi instrumen dan fasilitas
riset, termasuk peralatan teknologi sensor dan penghimpunan data digital
secara besar-besaran,
• Pemanfaatan perangkat lunak dan infrastruktur koneksi yang aman dan memenuhi persyaratan interoperability.
•
Ketersediaan peralatan dan aplikasi riset berbasis digital yang
meliputi peralatan khusus maupun peralatan lintas bidang yang bersifat
interaktif
Walaupun
saat ini e-research masih terlihat sebagai pendamping dari aktivitas
riset ‘tradisional’, namun mulai terlihat bahwa kegiatan berbasis
internet semakin memperlihatkan ciri khusus yang mungkin di suatu saat
akan menjadi jenis riset tersendiri yang terlepas dari pola tradisional.
Berbagai perangkat digital saat ini sudah mulai melahirkan peneliti dan
ilmuwan yang secara kreatif menggunakan sumberdaya digital dan
internet, termasuk menciptakan pola baru dalam kolaborasi dan penyebaran
hasil karya ilmiah, sebagaimana kini terlihat dalam bentuk fenomena
Open Access dan Open Archive Initiative. Sudah pula mulai terlihat
percepatan kemunculan bidang-bidang baru yang memanfaatkan teknik
pendulangan data (data mining) dan jaringan kerjasama antar negara.
Riset
astrophysics adalah salah satu contohnya. Riset ini sangat bergantung
kepada data digital tentang ruang angkasa yang diperoleh dari berbagai
stasiun pengamat di berbagai belahan dunia, serta perangkat lunak
simulasi fisika yang menggunakan data hasil penelitian laboratorium.
Berkat internet, bidang ini dapat tumbuh pesat sebagai sebuah upaya
kolaboratif para peneliti seluruh dunia, tidak terhalangi oleh kesulitan
komunikasi dan transportasi. Contoh lain adalah program PARADISEC,
melibatkan 39 negara di Asia-Pasifik dan empat universitas di Australia,
yang menghimpun data tentang budaya-budaya lokal hasil penelitian
etnografi dan bahasa. Tak kurang dari 2000 rekaman digital dalam bentuk
254 bahasa lokal berhasil dihimpun program ini dalam bentuk digital,
siap untuk dianalisis secara kolaboratif oleh berbagai ilmuan
sosial-budaya dari berbagai negara .
Salah
satu kunci utama keberhasilan riset yang berbasis kolaborasi tentu saja
adalah pemakaian sumberdaya digital secara bersama. Dalam konteks
inilah perpustakaan digital memainkan peran penting. Sebagai institusi
yang sejak kelahirannya sudah terlibat dengan aktivitas riset, maka
perpustakaan digital kini juga perlu menyiapkan diri menjadi bagian dari
e-research. Secara lebih sempit, maka pengertian e-research di sini
dapat dikaitkan dengan penyediaan jasa lewat portal perpustakaan,
sebagaimana yang, misalnya, dilakukan universitas Harvard
(http://lib.harvard.edu). Portal perpustakaan universitas ini menghimpun
semua fasilitas elektronik dan digitalnya di satu ‘pintu’, mulai dari
teks, aneka kamus, musik, foto, indeks, ensiklopedi, almanak,
peta/atlas, sampai jurnal elektronik. Juga tersedia fasilitas yang
membantu peneliti ‘melacak’ rujukan-rujukan di berbagai artikel ilmiah
(atau citation linker).
Pemanfaatan
teknologi portal yang ramah kepada pengguna (user friendly) memang
menjadi salah satu kunci keterlibatan perpustakaan dalam e-research.
Sebagaimana di Harvard, banyak universitas kini menyediakan komponen
portal yang memungkinkan seorang peneliti membangun sendiri “ruang
kerja” maya (di Harvard disebut sebagai My Research) untuk menyimpan
hasil-hasil penelitian dan artikel-artikel yang mereka perlukan. Para
peneliti juga dapat membuat semacam pangkalan data kecil yang menghimpun
link ke berbagai sumberdaya sesuai kebutuhan mereka, untuk disimpan
dalam berbagai “lemari digital” yang diberi nama My Citations atau My
E-Journals atau My E-Resources. Ini semua mirip bookmark yang terdapat
di setiap browser internet, namun memiliki berbagai fasilitas tambahan
yang dapat dimodifikasi secara individual. Semua fasilitas ini pada
dasarnya merupakan bentuk jasa perpustakaan yang sejak dahulu berupaya
mempermudah bertemunya peneliti dengan sumber informasi.
Pada
era digitalitasi dan internet saat ini, upaya ‘tradisional’ di atas
menjadi semakin kompleks dan memerlukan pendekatan yang berbeda dari
sisi pengelola perpustakaan. Dalam kenyataannya, e-research membutuhkan
dukungan perpustakaan yang memahami situasi dan perkembangan riset
internasional, sekaligus dipercaya di tingkat lokal maupun nasional
untuk menjadi institusi penghubung antar ilmuwan. Selain itu,
perpustakaan universitas saat ini tentu tidak lagi dapat mengandalkan
akses setempat, dan harus aktif memahami sekaligus mengajak berbagai
pihak untuk memahami perkembangan teknologi, terutama yang memungkinkan
komunikasi lintas pijakan (platform). Sebagai pihak yang akan dipercaya
mengelola himpunan data digital, perpustakaan mau tidak mau akhirnya
harus menjadi institusi di universitas yang paling mumpuni dalam
soal-soal simpan dan temu-kembali.
Pengelolaan
perpustakaan digital juga harus mengikuti dinamika pesat dalam
perkembangan riset yang menggunakan sarana komputer. Sebagai bidang
kegiatan yang memproduksi dan mereproduksi ilmu, maka kegiatan riset
berintikan sebuah pusaran produksi pengetahuan yang amat kencang.
Perkembangan infrastruktur digital telah menimbulkan peluang pembentukan
moda produksi pengetahuan baru (new mode of knowledge production). Moda
produksi baru ini bercirikan kerjasama dan kolaborasi yang meluas,
menembus batas-batas gedung laboratorium atau halaman kampus. Selain
itu, intensitas dan cakupan kerjasama juga meningkat, melibatkan tidak
saja akademisi, melainkan juga pihak pemerintah, dan industri dalam pola
kerja baru yang mengandalkan komunikasi berbasis komputer dan
telekomunikasi. Beberapa bentuk pendekatan baru pun bermunculan, tiga di
antaranya yang paling relevan adalah:
•
Systems of Innovation (lihat Edquist, 1997, 2001) sebagai sebuah
pendekatan yang berkonsentrasi pada pembinaan kerjasama antar sistem
secara meluas, di dalam mana terjadi produksi, komunikasi, dan aplikasi
ilmu pengetahuan yang sangat intensif.
•
New Production of Knowledge (lihat Gibbon et. al., 1994, Gibbons, 2000)
memperlihatkan bagaimana berbagai riset yang semula berbasis disiplin
tertentu atau khusus kini saling berkomunikasi, menimbulkan pola riset
transdisipliner yang sekaligus berorientasi pada penyelesaian
masalah-masalah terkini secara bersama-sama.
•
Triple Helix Approach (lihat Etzkowitz dan Leydesdorff, 1997, 1998,
2000) yang menekankan pentingnya perkembangan fenomena hubungan dan
antar hubungan (interrelationship) di kalangan universitas, industri,
dan pemerintah.
Ketiga
pendekatan baru di atas secara bersama-sama mewujudkan perubahan
signifikan dalam praktik-praktik riset di berbagai belahan dunia.
Pendekatan Systems of Innovation menempatkan produksi pengetahuan di
dalam konteks yang lebih luas, menekankan pentingnya kaitan dan
kerjasama antara berbagai pelaku riset, dan antara produksi pengetahuan
dan aplikasinya di bidang industri. Pendekatan New Production of
Knowledge menegaskan bahwa kerjasama antar pelaku riset ini memang
akhirnya mendobrak batas-batas tradisional yang dibangun berdasarkan
disiplin ilmu khusus pada masa lampau. Sementara pendekatan Triple Helix
menggarisbawahi kemunculan konvergensi atau ‘penyebrangan’ lintas
institusi, misalnya ketika perusahaan-perusahaan besar menjadi pusat
penelitian dan akhirnya mendirikan universitas, sementara berbagai
universitas sendiri kini berkiprah seperti perusahaan besar.
Akibat
perubahan dalam moda produksi ilmu pengetahuan itu, muncul aneka
kegiatan yang sangat langsung mempengaruhi praktik komunikasi ilmiah,
dan dengan demikian juga mempengaruhi kegiatan simpan dan temu-kembali
informasi yang selama ini dikelola oleh pihak perpustakaan. Misalnya,
yang perlu diperhatikan adalah:
•
Peningkatan dalam keragaman lokasi riset. Saat ini universitas dan
laboratoriumnya bukan lagi satu-satunya lokasi riset yang ‘serius’.
Berbagai institusi, misalnya rumah sakit, kantor pusat perbankan, media
massa, adalah lokasi riset yang semakin berkembang. Demikian pula
kerjasama antar mereka juga meningkat, baik yang melibatkan universitas
sebagai pihak ketiga, maupun yang melibatkan pemerintah (misalnya riset
flu burung melibatkan rumahsakit, universitas, pemerintah, industri
obat, lembaga-lembaga donor, dan sebagainya).
•
Dinamika penelitian antar-bidang (interdisciplinary) dan lintas-bidang
(transdisciplinary) menghimpun peneliti dengan berbagai latarbelakang
untuk mengatasi persoalan yang sulit diselesaikan dengan satu
pengetahuan khusus saja. Misalnya, persoalan limbah, polusi dan
kesehatan melibatkan tidak saja ilmuwan kimia-industri, tetapi juga ahli
budaya, pekerja sosial, ekonom, dan ahli perancang kebijakan publik.
Seringkali, muncul disiplin lintas-bidang akibat kolaborasi ini,
misalnya dalam bentuk ilmu lingkungan hidup.
•
Lembaga peneliti dan para ilmuwan semakin memfokuskan diri pada upaya
menyelesaikan masalah-masalah nyata secara langsung, bukan lagi
semata-mata pada teori dan teknik pencarian kebenaran.
•
Batas-batas organisasional seringkali menjadi samar ketika kolaborasi
dan komunikasi antar ilmuwan semakin meningkat, baik dalam intensitas
maupun dalam kapasitas. Apalagi kemudian muncul kecenderungan untuk
bersikap fleksibel dalam mendekati dan menyelesaikan masalah penelitian.
Seringkali, pembentukan tim peneliti menjadi lebih leluasa, dan sebuah
tim bisa saja dibubarkan, dimodifikasi, lalu dibentuk kembali sesuai
keperluan yang berubah-ubah.
Perubahan
pola komunikasi pun segera terlihat, termasuk dalam komunikasi ilmiah
formal. Kepedulian yang meningkat dalam hal hak milik intelektual
dibarengi oleh merebaknya komunikasi informal antar ilmuwan melalui
saluran-saluran elektronik yang mudah diakses, seperti mailing list dan
community blogs.